Waspada Hukum Obat dan Kosmetika



Undang-undang jaminan produk halal no.33 Tahun 2014 menyebutkan bahwa sejak bulan Oktober 2019 sertifikasi halal di Indonesia mulai diwajibkan. Diantaranya adalah produk obat dan kosmetik. Sertifikasi halal dapat digunakan sebagai jaminan bahwa produk tersebut sudah jelas halal dan sesuai dengan ketentuan islam baik komposisi bahan sampai proses produksinya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa obat dan kosmetik menjadi kebutuhan manusia pada umumnya. Perkembangan teknologi juga mampu menghasilkan berbagai produk obat dan kosmetik dari berbagai jenis bahan. Namun bagaimana dengan status kehalalan produk-produk tersebut ?
Yuk bisa disimak !

"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang" (QS. al-Baqarah [2]: 173).

Nah, Allah sudah menjelaskan bahwa sesuatu apapun jika terbuat dari bahan dasar yang tidak diperbolehkan oleh agama maka berhukum haram. Tidak sedikit jumlah perusahaan obat dan kosmetik yang belum mendapat sertifikasi halal pada produknya. Hal tersebut dikarenakan perusahaan belum dapat memenuhi persyaratan sertifikasi halal MUI salah satunya dari segi bahan. Semua bahan yang digunakan harus sesuai dengan syarat atau kriteria yang mengacu pada fatwa MUI dan standar halal HAS 23000.

Bahan yang boleh digunakan dalam pembuatan obat dan kosmetik yang dipakai diluar tubuh, yang artinya tidak boleh digunakan atau dikonsumsi masuk kedalam tubuh, sudah sangat jelas disebutkan dalam fatwa-fatwa MUI. Bahan-bahan tersebut antara lain plasenta dari hewan halal hidup dariproses melahirkan atau dari hewan yang disembelih secara halal (haram jika dari bangkai hewan), kokon ulat sutera, bahan yang diproduksi dari lebah (madu, royal jelly, bee pollen, propolis, bees wax, apitoxin, dll), kuku, rambut, tanduk dan kulit hewan halal, bekicot, plasma darah, sarang burung wallet, shellac dan juga cacing.

Namun tidak sedikit obat-obatan dan kosmetik telah diketahui mengandung unsur atau bahan yang berasal dari organ tubuh atau ari-ari manusia. Bahkan menurut sebagian ahli medis, urin atau air seni manusia dapat dipakai menjadi salah satu obat untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Tentu kita semua tau bahwa bahan-bahan tersebut adalah haram dan najis.

Waw, terus bagaimana jika kita terpaksa mengkonsumsi obat tersebut ?

Menurut fatwa MUI tentang obat pada Tahun 2013 No 30 menjelaskan bahwa penggunaan obat yang mengandung bahan haram dan tidak suci adalah haram secara hukum, kecuali pada kondisi darurat/emergensi dan belum ditemukan bahan halal untuk obat penyembuhan penyakit tersebut. Karena kondisi darurat adalah kondisi yang mendesak yang jika tidak dilakukan akan mengancam eksistensi jiwa manusia.

Hal tersebut juga sudah dijelaskan oleh Allah dalam terjemahan surah Al-Baqarah diatas. Selain itu Allah juga menyebutkan di surah Al-Maidah [5]: 3 “...Maka, barangsiapa terpaksa karena kelaparan, tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang”.

Jadi tetap hati-hati memilih dan memilah produk obat dan juga kosmetik untuk tubuh kita ya. InsyaAllah apapun yang baik dan dikonsumsi oleh tubuh kita akan mendatangkan yang baik pula.

#sepuluhharimenulis #titikkritishalal #salamhalal #halalismyway


Tidak ada komentar:

Posting Komentar