Peran Pascasarjana pada Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Society 5.0 di Indonesia


Pagi ini di aula Gedung Robotika, Himpunan Mahasiswa Pascasarjana mengadakan studium general untuk Mahasiswa Baru Pascasarjana ITS 2019. Kegiatan tersebut disampaikan oleh Bapak Dr. Sonny Harry B. Harmadi, S.E, M.E. Beliau merupakan Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Masyarakat, Desa, dan Kawasan Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Beberapa hari yang lalu Bapak Sonny melakukan diskusi dengan Kompas mengenai Sumber Daya Manusia yang unggul menjadi syarat Indonesia yang maju. Beliau mengatakan bahwa SDM yang unggul tidak hanya tinggi pendidikannya, tidak hanya sehat jasmani dan rohaninya, akan tetapi juga mereka yang berhati Indonesia. Yang mempunyai makna bahwa SDM yang unggul itu juga harus ikut memikirkan masa depan Bangsa Indonesia dari sudut manapun.

Pada saat ini jumlah penduduk Indonesia mencapai angka 266.911juta ribu jiwa per 31 Juli 2019 (Sumber: Proyeksi Penduduk hasil SUPAS 2015-2045). Pada saat Indonesia merdeka tahun 1945 jumlah penduduknya tidak sampai 60 juta jiwa. Artinya 74 tahun Negara kita merdeka, penduduk Indonesia bertambah lebih dari 200 juta ribu per tahun. Tentu dengan jumlah bertambahnya penduduk yang sangat pesat mempunyai tantangan yang sangat besar. Melalui liputan6.com, Bambang Brodjonegoro selaku Mentri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) mengatakan bahwa saat ini Indonesia masuk dalam Bonus Demografi yang artinya Indonesia mempunyai peluang besar untuk menjadi negara maju. Potensi tersebut sangat didukung dengan adanya jumlah tenaga kerja usia muda dan produktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil. Harapannya kita dapat mengalami loncatan kemajuan Bangsa.

Dikatakan bahwa 266.911 juta ribu jiwa di Indonesia, sebanyak 136 juta jiwa merupakan jumlah penduduk dengan usia produktif yang masuk dalam angkatan kerja. Namun sejumlah 40,51% (52,40 juta orang) tenaga kerja di Indonesia hanya lulusan Sekolah Dasar kebawah. Artinya hampir setengah dari jumlah penduduk Indonesia sulit mendapat tenaga kerja dengan kualifikasi ketrampilan dan keahlian yang cukup ditengah Revolusi Industri 4.0. Dimana digitalisasi sudah aktif dan tenaga kerja manusia sudah digantikan oleh berbagai alat. Tidak hanya itu, sekitar 3,7 juta per tahun penduduk Indonesia mampu menyelesaikan jenjang SLTA. Dari jumlah tersebut didapatkan 1,6 juta sedikit lebih banyak lulusan SMK jika dibandingkan dengan lulusan SMA. Diketahui per Bulan Februari 2019, tingkat pengangguran terbuka tertinggi sebesar 8,36% adalah lulusan SMK. Jika lulusan SMK kita besar, namun probabilitas kerja menurun maka akan terjadi penumpukan-penumpukan pengangguran dengan keterampilan SMK di Indonesia.

Melihat beberapa kasus tersebut, seharusnya tugas dari Mahasiswa Pascasarjana bukan hanya berfikir kritis, tapi harus berfikir secara analitis. Bukan hanya menemukan data bahwa pengangguran terbesar di dominasi oleh lulusan SMK, namun dapat menemukan dimana letak kesalahan yang dapat menyebabkan lulusan SMK di Indonesia mempunyai probabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih rendah.

Bapak Sonny juga mengatakan bahwa di Indonesia memiliki perkembangan lebih cepat dari pada kemampuan SDM nya dalam mempelajari dan mengelola perkembangan tersebut. Hal itu di contohkan pada proses pembelajaran pada jenis alat elektronik berupa televisi di dunia kejuruan. Pelajar pada sekolah SMK di beberapa daerah masih mempelajari komponen dan keilmuan dalam jenis televisi tabung, namun dunia nyata sudah memperbarui jenis dan kualitas tv yang lebih update berupa layar LCD, LED bahkan sampai Plasma.

Ketidak seimbangan kemampuan SDM dalam mengejar perubahan di Indonesia yang sangat cepat ini seharusnya dapat teratasi. Maka arah kebijakan pendidikan kedepan harus mampu menciptakan lulusan-lulusan yang mampu kerja aktif dan inovatif dalam perubahan yang terjadi di Indonesia. Kita juga tidak boleh melupakan konsep pembangunan SDM yang mempunyai tujuan membangun Indonesia menjadi tidak lagi langka dalam bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pangan dan juga bidang yang lain. Karena membangun daya saing masa depan Indonesia harus bersamaan dengan pembangunan SDM di dalamnya.

"Sebenarnya, era society 5.0 di Indonesia ini masih agak jauh. Walaupun baru beberapa negara yang mengalaminya, namun perubahan itu sangatlah cepat. Kita sebagai generasi masa depan harus mempersiakan dari sekarang". Kata Bapak Sonny kepada kami, Mahasiswa Baru Pascasarjana ITS. Revolusi Industri 4.0 dan era society 5.0 yang memberikan perubahan secara cepat dan signifikan di Indonesia tentunya akan memberikan dampak kepada pola hidup dan pola pikir manusia. Jika di era Revolusi Industri 4.0 semua serba digital, maka di era society 5.0 ini mengalami perubahan pola hidup manusia dalam kehidupan sosialnya. Dunia akan terkoneksi secara cepat dan kita akan semakin mudah dalam menggenggam berbagai informasi dari Negara manapun. Hal tersebut tentunya menjadi sebuah tantangan baru untuk Indonesia.

Dalam menyambut tantangan tersebut serta mempersiapkan perubahan yang terjadi secara cepat di Negara ini, Mahasiswa Pascasarana harus dapat berfikir secara analitis, dapat memecahkan masalah manajerial/struktural untuk jangka waktu yang panjang, dan membuat keputusan dengan pertimbangan outcome bukan output. Jika dulu pada saat Sarjana dapat menyerap ilmu di lingkungan kerja, maka Pascasarjana harus dapat memberikan ilmu dilingkungan kerja. Yang paling terpenting, Mahasiswa Pascasarjana harus menghasilkan karya yang solutif bagi permasalahan di Indonesia serta ikut andil dalam mempersiapkan dan menyambut perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat di Indonesia.

1 komentar: