Mengungkap Diaspora NU Bersama Kyai Dede

/ Juni 29, 2024

Jakarta, 29/06

Sore ini kami para penerima beasiswa NU Scholarship bersama menghadiri materi tentang Diaspora NU oleh Kyai Dede Permana. Sedikit mengenal beliau, Kyai Dede berkesempatan belajar di Luar Negeri dengan beasiswa 5000 doktor angkatan pertama pada tahun 2012-2017. Beliau belajar di Universitas Tunisia yang merupakan negara Arab yang sangat Liberal. Bahkan seandainya beliau tidak mendengar suara Adzan maka tidak akan menyangka jika hidup di negara mayoritas muslim. 


Sebelumnya, beliau berkesempatan belajar di Mesir pada tahun 2001-2005. Dan saat ini Kyai Dede menjadi Dosen di UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, juga sebagai Kepala Pusat Moderasi Beragama disana. 


Pengasuh pondok pesantren Darul Iman tersebut mengatakan bahwa belajar di luar negeri memang bukan jaminan lebih baik dari di Indonesia, namun itu merupakan kesempatan emas. Fasilitas memadai, akses referensi, atmosfer belajar multi budaya, dan juga memiliki kesempatan berinteraksi dengan warga lokal. Beliau juga menyampaikan bahwa yang menjadi kunci dimanapun keberadaan proses belajar kita nanti, jangan pernah lupa dengan identitas ke NU an kita. 


Sebagai kader NU yang berhasil menempuh pendidikan luar negeri, beliau berbagi kepada kami tentang Diaspora NU. Benih Diaspora NU di luar negeri berawal dari para mahasiswa NU yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU). Pada saat Gus Dur menjadi Presiden (1999-2001), terdapat sekelompok Islam garis keras yang sering membuly beliau di Yahoogroup. Kemudian hal tersebut mendorong para mahasiswa NU di luar negeri untuk mendirikan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU). Mereka yang kuliah di Belanda membentuk PCINU Belanda, begitupun yang Jerman, Inggris dan negara lainnya. Sampai saat ini sudah terdapat 33 PCI, dan Inggris Raya adalah PCI pertama yang ber SK di tahun 2001.


Selanjutnya seperti tradisi NU pada umumnya, disanapun mahasiswa yang merupakan kader NU tetap mengadakan rutinan seperti yasinan, tahlilan, maulid atau berzanji. Kemudian didukung oleh suara PKB di Saudi yang sangat tinggi pada proses Pemilu 1999, Pak Fuad pun mengatakan jika itu adalah salah satu potensi NU. 


Saat ini peran Diaspora NU sangat beragam jika dibandingkan dengan masa lalu. Dulu anak muda NU umumnya hanya belajar ilmu keagamaan ke Timur Tengah, namun belakangan ini banyak yang juga mempelajari Sains dan Teknologi di negara wilayah Eropa dan Amerika. Hal tersebut dikarenakan persoalan umat saat ini bukan hanya tentang fikih, akidah, halal-haram, dan lainnya. Tetapi lebih dari hal itu, termasuk permasalahan dalam hal pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.


Kader-kader NU yang tersebar di luar negeri dapat diperankan sebagai duta besarnya NU. Baik secara akademik hingga politik, ekonomi, sosial dan budaya. Relasi Diaspora NU juga sangat luwes, cair, tidak kaku. Sejumlah kader cerdas NU juga mulai bermunculan sejak dulu di luar negeri, seperti Ainun Najib yang merupakan praktisi IT yang saat ini bekerja di IBM Singapura, Taufik Wijanarko di Inggris, Miftahul Huda di Jepang yang menjadi ketua PCINU disana, dan masih banyak lagi. Anak-anak muda tersebut sangat terbuka dan senang dalam berdiskusi dan berbagi dengan para kader-kader NU yang ingin melanjutkan pendidikan lebih jauh di luar negeri. Dan sejauh ini, wajah Islam ala Indonesia dapat diterima dengan baik di luar negeri karena dikenal kompatibel dengan budaya lokal. 


#NUScholarship2024





Jakarta, 29/06

Sore ini kami para penerima beasiswa NU Scholarship bersama menghadiri materi tentang Diaspora NU oleh Kyai Dede Permana. Sedikit mengenal beliau, Kyai Dede berkesempatan belajar di Luar Negeri dengan beasiswa 5000 doktor angkatan pertama pada tahun 2012-2017. Beliau belajar di Universitas Tunisia yang merupakan negara Arab yang sangat Liberal. Bahkan seandainya beliau tidak mendengar suara Adzan maka tidak akan menyangka jika hidup di negara mayoritas muslim. 


Sebelumnya, beliau berkesempatan belajar di Mesir pada tahun 2001-2005. Dan saat ini Kyai Dede menjadi Dosen di UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, juga sebagai Kepala Pusat Moderasi Beragama disana. 


Pengasuh pondok pesantren Darul Iman tersebut mengatakan bahwa belajar di luar negeri memang bukan jaminan lebih baik dari di Indonesia, namun itu merupakan kesempatan emas. Fasilitas memadai, akses referensi, atmosfer belajar multi budaya, dan juga memiliki kesempatan berinteraksi dengan warga lokal. Beliau juga menyampaikan bahwa yang menjadi kunci dimanapun keberadaan proses belajar kita nanti, jangan pernah lupa dengan identitas ke NU an kita. 


Sebagai kader NU yang berhasil menempuh pendidikan luar negeri, beliau berbagi kepada kami tentang Diaspora NU. Benih Diaspora NU di luar negeri berawal dari para mahasiswa NU yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU). Pada saat Gus Dur menjadi Presiden (1999-2001), terdapat sekelompok Islam garis keras yang sering membuly beliau di Yahoogroup. Kemudian hal tersebut mendorong para mahasiswa NU di luar negeri untuk mendirikan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU). Mereka yang kuliah di Belanda membentuk PCINU Belanda, begitupun yang Jerman, Inggris dan negara lainnya. Sampai saat ini sudah terdapat 33 PCI, dan Inggris Raya adalah PCI pertama yang ber SK di tahun 2001.


Selanjutnya seperti tradisi NU pada umumnya, disanapun mahasiswa yang merupakan kader NU tetap mengadakan rutinan seperti yasinan, tahlilan, maulid atau berzanji. Kemudian didukung oleh suara PKB di Saudi yang sangat tinggi pada proses Pemilu 1999, Pak Fuad pun mengatakan jika itu adalah salah satu potensi NU. 


Saat ini peran Diaspora NU sangat beragam jika dibandingkan dengan masa lalu. Dulu anak muda NU umumnya hanya belajar ilmu keagamaan ke Timur Tengah, namun belakangan ini banyak yang juga mempelajari Sains dan Teknologi di negara wilayah Eropa dan Amerika. Hal tersebut dikarenakan persoalan umat saat ini bukan hanya tentang fikih, akidah, halal-haram, dan lainnya. Tetapi lebih dari hal itu, termasuk permasalahan dalam hal pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.


Kader-kader NU yang tersebar di luar negeri dapat diperankan sebagai duta besarnya NU. Baik secara akademik hingga politik, ekonomi, sosial dan budaya. Relasi Diaspora NU juga sangat luwes, cair, tidak kaku. Sejumlah kader cerdas NU juga mulai bermunculan sejak dulu di luar negeri, seperti Ainun Najib yang merupakan praktisi IT yang saat ini bekerja di IBM Singapura, Taufik Wijanarko di Inggris, Miftahul Huda di Jepang yang menjadi ketua PCINU disana, dan masih banyak lagi. Anak-anak muda tersebut sangat terbuka dan senang dalam berdiskusi dan berbagi dengan para kader-kader NU yang ingin melanjutkan pendidikan lebih jauh di luar negeri. Dan sejauh ini, wajah Islam ala Indonesia dapat diterima dengan baik di luar negeri karena dikenal kompatibel dengan budaya lokal. 


#NUScholarship2024




Continue Reading

Fauziah Fakhrunnisa Rochman berkesempatan belajar di Amerika-Kanada. Beliau melanjutkan studi S2 di Amerika dan S3 di Kanada dengan fokus penelitian Ilmu Lingkungan. Sebagai pengurus Wakil Ketua di PCINU Amerika Serikat beliau sangat senang berbagi pengalaman kepada para penerima beasiswa NU Scholarship dari Lakpesdam PBNU yang saat ini menjalankan karantina bersama.

 

Berawal sejak pertama kali pindah ke Indonesia, Fauziah sedikit kaget dengan kondisi sampah dan polusi yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Dari hal itu Ia merasa terpanggil untuk ikut berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang ramah dan nyaman. 


"Alam telah memberikan banyak pelajaran kepada saya, sehingga saya sangat menyukai isu-isu yang timbul dari alam dan lingkungan yang langsung bersinggungan dengan kita sebagai makhluk hidup", ungkapnya. 


Keterbatasan teknologi pada saat itu di Indonesia serta keinginan tinggi saya dalam mengetahui bagaimana kondisi lingkungan dan pengolahan limbah yang efektif di luar negeri, Fauziah mencoba dengan gigih mendaftar beasiswa dari kampus yang ingin dituju, yakni Yale University, Amerika untuk tingkat magister dan University of Calgary, Kanada untuk doktoral. Pada tahun 2008, tahun pertama mendaftar beasiswa S2, penggunaan internet belum se-masif saat ini. Sehingga Ia cukup struggle dalam memperjuangan studi lanjut yang akan dijalani. 


Karena ketagihan dengan fasilitas dan teknologi yang bagus dan cukup berbeda dengan Indonesia, beliau melanjutkan studi doktoral dan penelitian di bidang sains dan lingkungan khususnya mikrobiologi dengan beasiswa. 


"Belajarnya gratis, malah saya bisa jalan-jalan dan mencari pengalaman di negara terbersih di dunia no. 3 dan dibiayai, kenapa tidak?", sambungnya. 


Fauziah sangat bersyukur dapat menikmati proses belajar yang memiliki banyak manfaat. Selain dapat belajar dengan gratis, Ia juga dapat bergabung dengan banyak komunitas dan organisasi di Amerika-Kanada yang menjadi salah satu peluang emas dalam berjejaring. 


Lingkungan di zona Amerika-Kanada sangat nyaman bagi Fauziah, sampai Ia dan keluarganya hidup selama 13 tahun disana. Bahkan dulu pada saat menikah, dengan keterbatasan jarak, Ia memilih untuk melangsungkan secara online. Suami dan keluarga besarnya berada di Jepara, sedangkan Fauziah berada di Amerika. 


Kesadaran dalam mengolah sampah di lingkungan sekitar, bahkan di kota sekalipun, sangat menarik. Beliau menayangkan beberapa video dan foto lokasi beberapa tempat umum disana. Banyak yang menarik perhatian kami, salah satunya adalah tempat sampah. Bentuk dan ukuran tempat sampah di Kanada sangat unik dan modern. Pemetaan jenis sampah sangat diperhatikan, seperti organik, plastik, kertas, dan yang tidak bisa diolah kembali yang nantinya akan langsung dibuang ke tempat pembuangan akhir. Bahkan ada semacam layar untuk mengscan sampah yang akan dibuang, dengan bantuan AI selanjutnya akan muncul tanda yang akan mengarahkan jenis sampah apa dan harus dibuang disebelah mana. 


Hal-hal sederhana seperti itulah yang membuat Fauziah bangga mendapatkan kesempatan belajar tentang di lingkungan disana. Dapat dibayangkan bagaimana teknologi membantu dalam pengolahan lingkungan pada isu-isu yang lebih besar dari pada sampah sehari-hari.   

#NUScholarship2024

Jakarta, 27/06

Dr. Renny Nurhasana, MA- Ketua klaster Riset Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia, membersamai materi pada sesi siang hari ini. Beliau menjelaskan bahwa cara utama agar dikenal oleh supervisor dengan memberikan CV atau proposal penelitian. Tugas kita adalah bagaimana menjadi berkesan, dikenal dan menarik untuk dipahami oleh reviewer. 


Langkah awalnya adalah memulai menulis draft penelitian, mencari literatur review, dan memfokuskan bidang minat riset yang akan ditekuni. 


Hal pertama yang harus dilakukan yakni menganalisis Metodologi Penelitian. Syahru&salim (2012) menyebutkan jika Metodologi adalah sebuah ilmu untuk mempelajari langkah-langkah dalam sebuah penelitian. 


Kenapa kita butuh riset ? karena riset merupakan jembatan antara teori dan kenyataan. Yang dilakukan dalam riset adalah menambah pengetahuan sedikit demi sedikit yang nantinya akan melengkapi sesuatu yang belum mengetahui jawabannya, meskipun sudah ada hipotesisnya.

 

Kemudian dibutuhkan Desain Penelitian agar kajian kita tidak akan menyebar kemana-mana. Harus ada batasan dan acuan rencana sistematis yang digunakan dalam mempelajari masalah ilmiah. 


Dalam Desain Penelitian mencakup metode dan prosedur yang digunakan untuk melakukan penelitian. Semakin detail desain penelitian maka semakin menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh peneliti. 

_______________________________________________________________

Jenis penelitian :

  • Kuantitatif : paradigma ilmiah/scientific paradigm. Sebagian besar jenis ini digunakan oleh peneliti eksakta dengan variabel dan jumlah data yang banyak, ratusan hingga ribuan. 
  • Kualitatif : inkuiri alamiah/naturalistic inquiry. Berisi data dengan tipe non numerik. Biasanya dalam memperoleh data primer dilakukan dengan proses wawancara atau observasi.
  • Campuran : mixed method. Mampu menjawab pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh metodology yang lain dan memberikan proses pengambilan simpulan yang baik dan akurat.
High chance to be Accepted Reputable Journal in Social Science Area :
  • Pilih yang fresh idea dan bermanfaat
  • Contribution to literature in Indonesia
  • Hot issue
Tips and Tricks of Writing Publishable Article :
  • Fresh: temukan novelty pada penelitian dan kontribusi
  • Clear: jelaskan ide yang sistematik dengan pendahuluan yang kuat --> make a chart
  • Simple: jangan berfikir rumit, gunakan grafik simpel atau model teori yang dapat meyakinkan orang lain --> well understanding on theory
Fresh, clear, dan simple: probability to be accepted at a big journal but not in a conventional journal
Not Fresh tapi clear dan simple: probability to be rejected in a big journal but not in a lower level journal
Fresh, clear, dan not simple: probability to be accepted with revision
Fresh tapi unclear dan not simple: probability to be highly rejected
Fresh, unclear dan simple: probability to be rejected by reviewer
Not fresh, unclear dan not simple: rejected by editor

Pentingnya etika penelitian
Etika penelitian penting bagi integritas ilmiah, hak asasi manusia dan martabat, serta kolaborasi antara sains dan masyarakat. 

Prinsip etika penelitian
1. Mendapat izin dan persetujuan
2. Data responden dirahasiakan
3. Hindari manipulasi data dan transparasi: peneliti boleh salah tapi tidak boleh bohong
4. Kompensasi responden: uang dan non uang
5. Penggunaan data dengan etika: tidak memperjualbelikan data
6. Perlindungan anak dan rentan: persetujuan dari orang tua/wali


#NUScholarship2024


Dr. Desi Hasbiyah 

Sejauh apapun kalian melangkah, pulanglah kedalam negeri karena mencintai negeri adalah bagian dari iman. Hubbul wathon minal iman

#NUScholarship2024


Mempersiapkan diri secara baik dapat berupa pembuatan jejak dan informasi perjalanan diri dalam bentuk curriculum vittae (CV). Prof Khoirul, guru besar Universitas Trunojoyo, memberikan materi tentang bagaimana cara menulis CV yang efektif melalui ruang zoom. 

Beliau menjelaskan bahwa untuk menjadi efektif maka penulis harus memahami bagaimana struktur dan format yang baik dan jelas. 

Isi dalam CV : 

1. Informasi pribadi : nama, alamat, akun profesional (linkedin dst)

2. Pendidikan : daftar pendiidkan mulain dari yang terbaru, nama institusi, gelar, tahun lulus, prestasi akademik

3. Pengalaman kerja ; daftar pengalaman kerja mulai dari yang terbaru. nama perusahaan, jabatan, periode kerja, tugas dan tanggung jawab utama, prestasi dan kontribusi yang signifikan

4. Keterampilan ; teknis dan lunak (bahasa, pemrograman, komunikasi), sertifikasi dan pelatihan yang relevan

5. Prestasi dan penghargaan 

6. Kegiatan ekstrakulikuler dan volunteer ; kegiatan organisasi, relawan dan proyek sosial

7. Referensi ; nama dan kontak dari orang yang dapat memberikan rekomendasi profesional (optional)


Tips menulis CV :

1. Konsisten dalam menuliskan format : menggunakan format yang rapi dan konsisten, font yang mudah dibaca (Arial atau Times New Roman, ukuran 10-12), menggunakan bullet point untuk memudahkan pembaca

2. Gunakan kata kunci : sesuaikan CV dengan kata kunci yang diminta oleh pemberi beasiswa (misalnya)

3. Fokus pada pencapaian : soroti pencapaian degan angka atau data konkrit

4. Singkat dan relevan : pastikan tidak lebih dari 2 halaman, fokus hanya pada informasi yang nyambung/relevan


#NUScholarship2024



Jakarta, 26/06

Dr. Subur Wijaya, M.Pd.I, Ketua Sekolah Tinggi Kulliyatul Quran Depok, menyampaikan prinsip dan nilai-nilai Nahdlatul Ulama. Tidak lain tujuan dan upaya hari ini secara lahiriyah dan bathiniyah akan menghasilkan generasi yang Ulul Albab. 


Ahlussunnah wal jamaah:

  1. Ummatan wasthon/ummat yang moderat (al baqarah:143)

  2. Firqah Najiyah/Golongan selamat 

  3. Sawad A’dham/kelompok mayoritas

Keyakinan


Sembrono

Moderat

Berlebihan

Perbuatan manusia

Qadariyah: meyakini manusia punya kendali penuh, dan Allah tidak ada peran apapun

Ahlussunnah: memiliki usaha atas tindakannya, dan Allah punya peran sebagai bayang-bayang kehendak-Nya

Jabariyah: manusia tidak punya daya, semua sudah diatur Tuhan

Sifat Allah

Jahmiyah: Allah tidak memiliki nama dan sifat karena hal itu menyerupai makhluk

Ahlussunnah: Sifat dan nama Allah sebagaimana di Alquran namun hal tersebut tetap dibedakan dengan makhluk

Mujassimah: meyakini Allah memiliki Jisim atau bentuk fisik dan sifat Allah seperti makhluknya

Iman dan Amal

Jahmiyah: Iman tidak memiliki keterkaitan denagn amalnya

Iman dan amal saling terkait, yang melakukan dosa besar imannya berkurang namun tidak sampai kafir

Haruriyah: pelaku dosa besar kafir


Liberalisme: Apa saja boleh dilakukan asalkan merupakan kebaikan

Substansi islam adalah melakukan apa yang dilakukan nabi sesuai kemampuan dan meninggalkan yang dilarang nabi sekuat tenaga.

Puritanisme:
Islam sudah sempurna maka apa saja yang dilakukan rasul adalah boleh


Madzhab dalam Nahdlatul Ulama : 

Hanafiyah - mengikuti Imam Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit (80-148 M)
Malikiyah - mengikuti Imam Malik bin Anas (714-800 M)
Syafi'iyah - mengikuti Imam Muhammad bin Idris al-Syafi'i (767-819 M)
Hanabilah - mengikuti Imam Ahmad bin Hambal (781-855 M)

Madzhab tersebut dipilih disebabkan karena adanya penisbatan pada pendirinya dapat dipertanggungjawabkan dan pemikiran dan idenya terkodifikasian dengan baik. 
_____________________________________

FIKRAH AN NAHDLIYAH

  1. Moderasi: Tawasuth

  2. Proporsional: Tawazun

  3. Toleransi: Tasamuh

  4. Konsistensi: I’tidal

  5. Amar maruf nahi munkar


dalam hal ini Fikrah An Nahdliyah ini dapat diimplementasikan dalam berbagai hal; berbangsa, berpolitik, berbudaya, dalam hal ukhwah bayna al adyan (ukhwah antara umat beragama)

FIKRAH AN NAHDLIYAH PERSPEKTIF KH.AHMAD HASYIM MUZADI

  1. Tawasuth

  2. Tasamuh

  3. Tawazun

  4. I’tidal

  5. Kontekstualisasi dalam berdakwah


#NUScholarship2024


Jakarta, 26/06


M. Najih Arromadloni, biasa disebut Gus Najih, berbagi dengan para penerima beasiswa NU Scholarship (NUS) dari Lakpesdam PBNU tentang bagaimana hidup sebagai kaum minoritas di Negara lain.


Berawal dari belajar di Damaskus, kota terbesar di Syuriyah, yang kemudian berjalan beberapa tahun hingga beliau bertemu dengan kondisi perang disana. Sehingga menjadikan hal tersebut sebagai titik awal konsern beliau dalam mempelajari dan meneliti tentang kaum minoritas dan ekstrimisme.


Wawasan beliau tentang negara minoritas sangat luas. Dan setelah pulang ke Indonesia pun beliau masih tetap sama mengunjungi Poso, Sulawesi. Tempat tersebut berada di ujung Sulawesi yang masih banyak pembunuhan, mutilasi dsb. Sehingga hati beliau tergerak untuk membantu atau berkontribusi dengan keilmuan yang telah dimilikinya untuk mengurangi hal-hal ekstrim disana. Beliau juga membangun kantor berbasis NU dan bahkan Pondok Pesantren NU disana. 


Ekstrimisme merupakan isu masyarakat gelobal di banyak negara, dan bukan tentang Islam tetapi di semua agama. Kaum esktrimisme ini melakukan kejahatan dengan tanpa rasa bersalah, bahkan merasa bangga dengan apa yang telah dikerjakan.


Beliau menceritakan berbagai contoh terorisme atau ekstrimisme di berbagai negara, seperti yang sedang dunia ketahui di Palestina, Thailand Selatan, India, Jepang, dan beberapa negara yang lain. 


Meskipun secara konstitusional banyak negara menjamin kebebasan setiap warga yang berada di negara yang ditempati untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinan masing-masing. Namun tidak sedikit juga negara yang masih mengakarkan rasisme yang membedakan cara pandang dan perlakuan kepada warga yang berbeda dengan mayoritas agama disana. 


Sebagai intelektual, harusnya kita mengkaji ekstrimisme sampai kepada kajian geolistik. bahwa terorisme dan sebagainya itu bukan hanya berdiri dari negara yang berbasis agama saja, tetapi juga ada campur tangan negara barat. 


Bahkan di Indonesia banyak kelompok besar terorisme yang masih merajalela. Diantaranya adalah Jamaah Islamiyah (JI) dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Mereka masih menggebu-nggebu mendirikan Negara Islam di Asia Tenggara. Sebagian besar mereka menggunakan landasan Jihad. Sangat disayangkan, padahal makna Jihad sebenarnya sangat baik, yakni bekerja keras. Jadi Jihad sebenarnya dapat dimaknai pada berbagai bidang, tidak hanya isu tentang perang. 


Gus Najih menyebutkan salah satu kisah pada zaman Nabi Muhammad SAW. Terdapat seseorang yang hendak mengikuti perang pada zaman itu, kemudian Ia meminta izin kepada Nabi, dan beliau bertanya "apakah kamu memiliki orang tua yang harus dirawat?", pemuda tersebut menjawab "ya, saya memiliki orang tua yang setiap hari saya rawat". Maka Rosul menjawab "menjaga kedua orang tuamu merupakan salah satu bentuk jihad, jadi kamu sudah tidak perlu ikut berperang"


Artinya banyak faktor yang dapat dimaknai sebagai jihad.


Hidup dan belajar di negara lain tentu tidak akan jauh dan terlepas dari hal-hal minoritas. Jika tidak dibekali dengan ideologis dan landasan yang kuat, maka akan sangat rawan jika nanti tidak dapat menyelesaikan pendidikan, atau bahkan tidak dapat kembali ke Tanah Air Indonesia. 


Jika banyak kisah bahwa hidup di tempat minortas nanti akan menemukan beberapa kesulitan, termasuk beribadah, bersosial dan lain sebagainya. Dari hal tersebut, Gus Najih mengatakan bahwa kita sebagai kader NU dan juga santri harus dapat memposisikan dan menyesuaikan diri dimana kita berada. Tentu budaya, tradisi dan aturan hukum setempat harus tetap dihargai. 


Teringat dawuh Gus Ulil dalam beberapa kesempatan yang lalu, bahwa jika kita menemukan kesulitan yang sedikit tidak sesuai dengan apa yang menjadi kebiasaan kita, kemudian dapat berlaku kaidah fiqhiyyah: al-'aadatu muhakkamatun, bahwa tradisi yang berlaku dapat dijadikan ketentuan hukum dalam bersosial dan menjalankan kehidupan dengan nyaman. Artinya, agar tidak selalu kaku dan saklek dengan kotak pemikiran-pemikiran yang berbeda, maka harus berfikir secara luwes dan rendah diri tapi tetap dalam spektrum atau bingkai aturan yang benar sesuai dengan yang pendahulu-pendahulu jamiyyah Nahdlatul Ulama rumuskan dan tetapkan. 


#NUScholarship2024